Banyak Anak Putus Sekolah karena Masuk Pesantren, Kok Bisa?
KIDNEWS.ID, Hai Kids -- Faktor budaya menjadi salah satu penyebab tingginya anak putus sekolah di Cianjur, Jawa Barat. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebut, jika orang tua tidak bisa menyekolahkan anaknya, mereka akan memasukkan anak-anak mereka ke pondok pesantren.
"Budaya yang berkembang di Cianjur itu orang tua ketika tidak mampu memasukkan anaknya ke sekolah formal, mereka kemudian memasukkan anak ke ponpes (pondok pesantren), sementara di ponpes ya sebenarnya dia (anak) bersekolah, belajar ilmu agama, kitab kuning, Alquran, hadits, fikih," kata Anggota KPAI Aris Adi Leksono, saat dihubungi di Jakarta, Senin (26/8/2024).
Meski bagi, persoalannya sebagian pondok pesantren salafiyah tidak terdata dalam Data Pokok Pendidikan (Dapodik), sehingga para santrinya menjadi anak putus sekolah. "Ponpes ini kadang tidak menyelenggarakan pendidikan formal, sehingga anak di pesantren murni belajar tentang salafiyah, ilmu agama dan mereka di situ tidak terdaftar dalam dapodik, sehingga mereka terdata sebagai anak yang putus sekolah," kata Aris Adi Leksono.
Faktor lain tingginya anak putus sekolah di Cianjur karena anak-anak lebih memilih bekerja membantu orang tua. Anak-anak juga mengalami perundungan di sekolah sehingga memilih untuk tidak sekolah. “Jarak sekolah terutama SMP yang terlalu jauh yakni 8 kilometer dari tempat tinggal, dan kurangnya pengetahuan orang tua tentang pentingnya pendidikan,” kata dia.
Angka anak putus sekolah di Cianjur tinggi, yakni mencapai 367 anak SD atau setingkat MI dan 186 anak SMP atau setingkat MTs. Terkait hal ini, KPAI pun melakukan peninjauan langsung ke dua desa di Cianjur, yaitu Desa Sukamanah dan Desa Wangunjaya.
Aris Adi Leksono menegaskan tentang pentingnya sekolah bagi masa depan anak. "Sekolah bukan hanya tempat untuk belajar, tetapi juga tempat untuk tumbuh, berkembang, dan mempersiapkan masa depan sebab pendidikan merupakan fondasi utama," tuturnya.
.
Yuk ikuti informasi seputar berita-berita anak di Republika Kids. Ibu dan Bapak juga bisa perpartisipasi dengan mengirimkan dan kritik ke email kami: republikakids@gmail.com. Jangan lupa follow juga Youtube, Instagram, Twitter, dan Facebook Republika Kids.